• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Blogger news

Karangan Ilmiah

 on Kamis, 31 Maret 2011  

MEMPELAJARI KESEIMBANGAN LINTASAN KOTAK KARTON TIPE PB/GL PADA PT. GURU INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Keseimbangan lintasan berhubungan erat dengan masalah perancangan tata letak fasilitas ruang, karena masalah utama pada perancangan ini adalah proses memilah-milah pekerjaan. Proses memilah-milah inilah yang dinamakan menyeimbangkan saluran produksi atau line balancing. Perancangan tata letak fasilitas ruang yang sesuai dengan konsep line balancing adalah tata letak yang disusun berdasarkan keutamaan produk (layout by product). Tata letak fasilitas tipe ini mempunyai laju arus produksi dan tahapan yang tetap, selain itu produk yang dihasilkan pun sudah terstandarisasi dan dibuat dalam jumlah yang besar atau massal.
Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak terjadi pada proses perakitan dibandingkan pada proses pabrikasi. Contohnya seperti yang terjadi pada PT. GURU INDONESIA. Perusahaan ini merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang pengemasan (packaging) yang ada di Indonesia. Sejalan dengan meningkatnya peradaban manusia, menyebabkan manusia membutuhkan kemasan untuk produk-produk pangan ataupun non pangan. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan kertas kemasan meningkat. Pada proses pembuatan box karton dibutuhkan banyak stasiun kerja dimana tiap stasiun dioperasikan oleh seorang operator yang bekerja secara terus-menerus, oleh karena itu diperlukan adanya keahlian khusus dari tiap pekerja yang akan bekerja secara rutin dan berulang-ulang.
Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat kerja yang kita sebut sebagai stasiun kerja. Waktu yang diizinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintasan perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu siklus yang sama. Bila suatu sistem kerja memiliki waktu dibawah waktu siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur.
Tujuan akhir dari keseimbangan lintasan adalah meminimasi waktu menganggur di tiap stasiun kerja sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja.

1.2 Pembatasan Masalah
Kerja Praktek dan pengambilan data dilakukan pada PT. Guru Indonesia. JL. Raya Bogor Km. 26, Ciracas, Jakarta Timur. Pengolahan data dilakukan dalam periode Juli sampai dengan Agustus 2006 dengan mempelajari proses produksi secara keseluruhan dengan memperhatikan waktu tiap operasinya.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari proses produksi pada PT. Guru Indonesia.
2. Mengetahui efisiensi dan waktu menganggur (idle time) dari lintasan dalam bentuk persentase.
3. Mengetahui apakah terjadi waktu menunggu (bottle neck) pada lintasan produksi dan mengetahui penyebabnya.

1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan laporan akhir kerja praktek ini adalah :
1. Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka sumbernya diperoleh dari buku-buku pedoman yang didapat dari perpustakan, perusahaan, maupun dari sumber lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dibahas guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
2. Studi Lapangan.
Yaitu memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cara melakukan pengamatan dan peninjauan secara langsung terhadap pekerjaan yang sedang berlangsung maupun dengan melakukan wawancara dengan pihak yang berkompeten.

1.5 Sistematika Penulisan
Untuk lebih memperjelas isi keseluruhan dari laporan akhir kerja praktek ini, maka sistematika penulisannya antara lain sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang uraian-uraian teori dari berbagai literatur yang mendukung permasalahan yang diambil dalam laporan akhir ini.
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Berisi tentang berbagai hal yang menyangkut perusahaan secara garis besar yang meliputi sejarah perusahaan, bidang usaha yang dilakukan, lokasi perusahaan, struktur organisasi perusahaan, dan jenis produk yang dihasilkan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
Berisi hasil penelitian yang telah dilakukan pada saat kerja praktek serta analisa dari kerja praktek tersebut..

BAB II
LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Proses Produksi
Proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja, dan mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah bagi produk agar dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar (Gaspersz, Vincent, 2001).
Definisi lain dari proses menurut Gaspersz, Vincent (2001) adalah suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output yang bermanfaat atau bernilai tambah tinggi.
Menurut Akhyari, Agus (1989), proses produksi adalah suatu cara, metode maupun teknik bagaimana penambahan manfaat atau penciptaan faedah baru yang dilakukan dalam sebuah perusahaan.
Menurut Nasrullah, Reza dan Suryadi, MT (1996), untuk dapat menghasilkan produk, suatu industri memerlukan enam jenis input yang akan diproses secara efisien, efektif dan produktif yang kemudian diubah menjadi output berupa barang dan jasa, Keenam input tersebut adalah :
1. Sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Secara umum sumber daya alam ini biasanya menjadi bahan yang diubah oleh proses produksi, sehingga sering juga disebut bahan mentah atau bahan baku.
2. Modal, dapat berarti dua hal yaitu uang untuk membayar upah pekerja, membayar listrik, dan membeli bahan baku. Di samping itu, dapat juga berarti barang-barang berupa tanah, gedung, mesin, dan alat-alat produksi lainnya.
3. Tenaga kerja, merupakan faktor manusia yang akan menjalankan mesin, menangani bahan, mengatur produksi, dan sebagainya.
4. Manajemen, yaitu ilmu tentang cara-cara mengelola masukan-masukan untuk industri dan kumpulan orang yang mempraktekkan ilmu ini.
5. Teknologi, yaitu ilmu tentang pemanfaatan sains menjadi alat atau sarana berproduksi.
6. Moral, terdapat di dalam diri manusia, baik yang berposisi sebagai tenaga kerja maupun manajemen. Unsur inilah yang memberikan dorongan semangat atau motivasi untuk bekerja dengan rajin, sungguh-sungguh dan teliti.

Menurut Nasrullah, Reza dan Suryadi, MT (1996), kegiatan proses produksi yang berlangsung pada sebuah industri dapat digambarkan sebagai berikut :


Sumber : Nasrullah, Reza dan Suryadi, MT (1996)
Gambar 2.1 Kegiatan-Kegiatan pada Proses Produksi





2.2 Proses Perakitan
Menurut Groover, Mikell. P (1987), proses perakitan merupakan gerakan penggabungan dua atau lebih komponen sehingga membentuk suatu kesatuan baru yang disebut subassembly atau rakitan. Proses yang digunakan untuk menyelesaikan perakitan komponen-komponen tersebut terdiri dari 3 cara, yaitu :
1. Pemasangan secara mekanikal (Mechanical fastening)
Terdiri dari beberapa teknik antara lain threaded fasteners, rivets, crimping, press fits, snap fits, dan lain-lain. Pada teknik threaded fasteners perakitan komponen dilakukan dengan menggunakan sekrup, mur, baut, dan lain-lain sehingga tidak cocok dikerjakan secara robotik atau otomatis. Sedangkan pada teknik rivets and crimping perakitan komponen dibentuk secara mekanikal (Groover, Mikell. P, 1987).
2. Metode penggabungan (Joining methods)
Merupakan metode yang berhubungan dengan proses las, brazing, dan penyolderan. Pada teknik ini, proses perakitan memanfaatkan besi cair untuk menggabungkan dua atau lebih komponen menjadi satu. Pada brazing dan penyolderan, proses penggabungan menggunakan logam pengisi yang telah dicairkan terlebih dahulu, tetapi logam dari komponennya sendiri tidak ikut mencair. Perbedaan antara brazing dengan penyolderan adalah pada brazing suhu yang dibutuhkan untuk mencairkan logam pengisi adalah 450o C, sedangkan pada proses penyolderan suhu yang dibutuhkan adalah 150o C (Groover, Mikell. P, 1987).
3. Tali perekat (Adhesive bonding)
Teknik ini menggunakan bahan perekat untuk menggabungkan komponen. Pada saat sekarang ini penggunaan bahan perekat untuk teknologi perakitan menunjukkan kemajuan yang pesat dan bahan perekat baru sedang dikembangkan untuk pengaplikasian yang baru. Bahan perekat tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu termoplastik dan termoseting. Perekat termoplastik dapat dengan mudah digunakan tapi tidak cocok untuk pengaplikasian bersuhu tinggi, sedangkan termoseting melibatkan reaksi kimia dalam pengaplikasiannya (Groover, Mikell. P, 1987).
2.3 Sistem Perakitan
Terdapat banyak metode yang digunakan pada industri untuk menyelesaikan proses perakitan. Metode tersebut adalah stasiun perakitan tunggal manual, sistem perakitan otomatis, lintasan perakitan manual (Groover, Mikell. P, 1987).

2.3.1 Stasiun Perakitan Tunggal Manual
Metode ini terdiri dari satu tempat kerja yang terdiri dari satu atau lebih pekerja tergantung dari ukuran produk dan rata-rata produksi. Metode ini biasanya digunakan pada produk yang kompleks dan diproduksi dalam jumlah sedikit bahkan kadang-kadang hanya untuk satu jenis produk saja, contoh produknya antara lain peralatan (tool) mesin, peralatan industri, pesawat terbang, kapal laut, mobil, dan lain-lain (Groover, Mikell. P, 1987).

2.3.2 Sistem Perakitan Otomatis
Lebih banyak menggunakan permesinan dan peralatan otomatis yang memiliki banyak fungsi dalam perakitan. Beberapa tahun terakhir banyak kemajuan yang dicapai pada sistem perakitan otomatis salah satunya adalah penggunaan robot pada operasi perakitan (Groover, Mikell. P, 1987).

2.3.3 Lintasan Perakitan Manual
Lintasan perakitan manual atau yang lebih dikenal dengan lintasan aliran manual digunakan pada produksi berkapasitas besar. Salah satu keuntungan dari penggunaan metode ini adalah spesialisasi tenaga kerja, dimana tiap tenaga kerja diberikan tugas yang terbatas dan dilakukan berulang kali sehingga pekerja menjadi terampil, cepat dan lebih konsisten dalam melakukan tugasnya (Groover, Mikell. P, 1987).




Menurut Groover, Mikell. P (1987), terdapat 2 macam aliran material pada metode ini, yaitu :
1.Nonmechanical lines
Aliran material dari stasiun satu ke stasiun berikutnya menggunakan tangan, karena tidak digunakannya pengantar (conveyor). Beberapa masalah yang dapat timbul adalah terjadinya waktu menunggu karena keterlambatan pengiriman material dari operator sebelumnya atau menunggu operator berikutnya selesai, selain itu waktu siklus menjadi panjang. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menyediakan cadangan penyangga (buffer stock) komponen tiap stasiun kerja sehingga aliran produksinya lancar.
2. Moving conveyor lines
Pada aliran jenis ini menggunakan penggerak seperti sabuk bergerak, pengantar (conveyor), rantai pada lantai. Sistem alirannya dapat berupa kontinyu, atau terputus. Masalah yang dapat terjadi antara lain waktu menunggu karena keterlambatan pengiriman material dari operator sebelumnya atau operator yang tidak dapat menyelesaikan komponen (item) tertentu.


Sumber : Groover, Mikell. P (1987)
Gambar 2.2 Diagram Lintasan Perakitan Manual


Terminologi Keseimbangan Lintasan
Dalam mempelajari keseimbangan lintasan terdapat banyak istilah-istilah penting yang merupakan kata kunci bagi pemahaman keseimbangan lintasan itu sendiri (Groover, Mikell. P, 1987). Istilah-istilah tersebut akan dibahas dalam subbab berikut.
Elemen kerja adalah bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses perakitan. Jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu perakitan dilambangkan dengan n dan elemen kerjanya adalah i.
Stasiun kerja adalah lokasi pada lintasan perakitan atau tempat pembuatan suatu produk, dimana pekerjaan dilakukan secara manual maupun otomatis.
Elemen kerja minimum adalah bagian terkecil dari suatu elemen kerja yang sudah tidak dapat dibagi lagi. Hal ini dilakukan agar tugas yang ada dapat terbagi secara merata sepanjang lintasan.
Total waktu pengerjaan adalah jumlah waktu pengerjaan dari semua elemen sepanjang lintasan.
Waktu proses stasiun kerja adalah jumlah waktu pengerjaan dari elemen kerja yang berada di stasiun kerja tersebut
Waktu siklus adalah jarak waktu antar produk yang dapat dihasilkan pada lintasan.
Diagram pendahuluan (precedence diagram) adalah suatu grafik yang menggambarkan urutan elemen kerja yang diberi simbol node dengan tanda panah sebagai penghubung antar node yang menunjukkan aliran tiap elemen.

Keseimbangan Lintasan
Menurut sejarah, masalah keseimbangan lintasan timbul dari adanya lintasan perakitan produksi massal, dimana tugas yang ada dibagi secara merata pada tiap pekerja. Masalah keseimbangan lintasan lazim ditemukan pada industri manufaktur seperti automotif dan elektronik dengan proses kontinyu, bahkan yang sudah menerapkan lintasan produksi otomatis sekalipun.
Istilah keseimbangan lintasan sering disebut juga keseimbangan lini perakitan yang berarti suatu metode penugasan terhadap sejumlah pekerja ke dalam sebuah stasiun kerja yang saling berkaitan di dalam suatu lintasan produksi, sehingga di setiap stasiun kerja memiliki waktu yang besarnya tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Hubungan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya dapat digambarkan dalam sebuah diagram yang disebut diagram pendahuluan (precedence diagram), sedangkan hubungan diantara keduanya dapat digambarkan pada sebuah pembatas jaringan kerja (Bedworth dan Bailey, 1987).
Perbedaan keseimbangan lintasan pada sistem tradisional dengan sistem manufaktur adalah, pada sistem tradisional masih berhubungan dengan usaha menyeimbangkan jumlah tenaga kerja pada tiap tempat kerja tanpa memperhitungkan lamanya waktu siklus, selain itu tidak adanya usaha untuk mencapai keseimbangan pabrik secara keseluruhan. Sedangkan keseimbangan lintasan yang berorientasi pada poses manufaktur menitik beratkan pada masalah pengalokasian sumber daya, menyeimbangkan tugas di tiap stasiun perakitan, dan meminimumkan mekanisme aliran sepanjang lintasan.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk mempelajari keseimbangan lintasan :
1. Aktifitas-aktifitasnya tidak dapat dibagi lagi.
2. Metode kerja sudah teratur dan durasi aktifitasnya konstan.
3. Tidak ada operator yang mengalami kelelahan karena sudah diberikan kelonggaran yang cukup.
4. Waktu siklus harus lebih besar atau sama dengan durasi aktifitas terpanjang, dan waktu aktifitas pada satu stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus.

2.6 Langkah-langkah Pemecahan Masalah Keseimbangan Lintasan
Menurut Gaspersz, Vincent (1998), agar dapat mempertahankan tingkat produksi yang sesuai dengan permintaan pasar, keseimbangan lini (line balancing) dilakukan sekali dalam sebulan guna menyesuaikan dengan permintaan pasar, sehingga meminimumkan inventori dari produk akhir dan menyesuaikan dengan tingkat penjualan aktual pada periode waktu terakhir. Keseimbangan lini (line balancing) dapat mencakup penambahan atau pengurangan kapasitas.
Terdapat sejumlah langkah pemecahan masalah keseimbangan lintasan. Langkah-langkah tersebut adalah :
1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual yang dilakukan.
2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas.
3. Menetapkan aktivitas pendahulu yang menghambat (precedence constrains), jika ada, yang terkait dengan setiap tugas.
4. Menentukan output dari lini perakitan (assembly line) yang dibutuhkan.
5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output.
6. Menghitung waktu siklus (cycle time) yang dibutuhkan.
7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja dan mesin.
8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja yang diperlukan dalam memproduksi output yang diinginkan.
9. Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
10.Mencari terobosan-terobosan untuk perbaikan terus-menerus (continuous process improvement).

2.7 Metode Keseimbangan Lintasan
Tujuan penyeimbangan lintasan adalah untuk meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja, menyeimbangkan lintasan, dan meminimasi waktu menganggur di tiap stasiun kerja, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja (Hakim N, Arman, 1999).
Untuk mencapai tujuan tersebut, sampai dengan saat ini belum ada metode yang menjamin sebuah solusi optimal, kecuali dengan menggunakan simulasi komputer. Metode-metode yang umum digunakan selama ini adalah metode heuristik yang berdasarkan logika, yang akan mendekati solusi optimal. Beberapa metode yang akan dibahas di bawah ini adalah

2.7.1 Metode Bobot Posisi
Menurut Groover, Mikell. P (1987), metode bobot posisi (ranked positional weights method) atau yang sering juga dikenal dengan pendekatan Helgeson-Birnie, merupakan metode heuristik yang paling awal dikembangkan. Metode ini dikembangkan pada tahun 1961 oleh W. B. Helgeson dan D. P. Birnie.
Dalam beberapa hal metode ini merupakan gabungan antara metode largest-candidate rule dan metode killbridge and waster. Pada prinsipnya metode ini memperhitungkan nilai bobot posisi (ranked positional weight), elemen yang memiliki bobot posisi terbesar diletakkan pada urutan teratas bobot posisi (ranked positional weight) adalah penjumlahan waktu suatu operasi dengan waktu operasi yang mengikutinya (Groover, Mikell. P, 1987).
Langkah-langkah dalam penyelesaian dengan menggunakan metode bobot posisi ini adalah sebagai berikut :
1. Hitung besarnya nilai bobot posisi (ranked positional weight) tiap elemen berdasarkan diagram pendahuluan (precedence diagram).
2. Susun elemen-elemen tersebut berdasarkan besarnya nilai bobot posisi (ranked positional weight), elemen dengan nilai bobot posisi (ranked positional weight) terbesar diletakkan di urutan teratas.
3. Bebankan pekerjaan pada tiap elemen menurut nilai bobot posisi (ranked positional weight) dimulai dari urutan atas ke bawah.
4. Setelah sebuah elemen tersebut teralokasi dalam stasiun kerja, maka kembali ke urutan atas dan ulangi langkah sebelumnya dengan memperhatikan waktu siklusnya.

2.7.2 Metode Pembebanan Berurut
Kelemahan metode bobot posisi sebagaimana disebutkan sebelumnya dicoba diatasi dengan menggunakan metode pembebanan berurut. Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan (Hakim N, Arman, 1999).
Langkah-langkah penyelesaian dengan metode pembebanan berurut ini adalah sebagai berikut :
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar tersebut lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matrik operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Perhatikan baris di matrik kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika ada lebih dari satu baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan 0.
4. Perhatikan nomor elemen di baris matrik kegiatan pengikut F yang bersesuaian dengan elemen yang ditugaskan. Setelah itu kembali diperhatikan lagi baris pada matrik P yang ditunjukkan, ganti nomor identifikasi elemen yang telah dibebankan ke stasiun kerja dengan 0.
5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini dikerjakan hingga semua baris pada matrik P bernilai 0.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur mencoba-coba (trial and error) untuk mencari pembebanan yang akan menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah 6 di atas.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

2.7.3 Metode Pendekatan Wilayah
Metode ini dikembangkan oleh Bedworth (1973) yang merupakan pengembangan dari pendekatan Helgeson-Birnie (metode bobot posisi), Mansoor, dan killbridge & waster (Bedworth and Bailey, 1986).
Metode ini tetap belum dapat menghasilkan solusi optimal, tetapi solusi yang dihasilkannya sudah cukup baik dan mendekati optimal. Pada prinsipnya metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang terbesar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi adalah mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan waktu operasi yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya (Hakim N, Arman, 1999).
Langkah-langkah penyelesaian dengan metode pendekatan wilayah (region approach) adalah sebagai berikut :
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar tersebut lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Bagi jaringan kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan. Gambar ulang jaringan kerja, tempatkan seluruh pekerjaan di daerah paling ujung sedapat-dapatnya.
3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar sampai dengan waktu operasi terkecil.
4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk menyesuaikan diri terhadap batas wilayah) :
a. Daerah paling kiri terlebih dahulu.
b. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar pertama kali.
5. Pada akhir dari tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilitas waktu tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan. Putuskan apakah pertukaran pekerjaan-pekerjaan tersebut akan meningkatkan utilitas waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan perubahan tersebut. Penugasan pekerjaan selanjutnya menjadi lebih tetap.

2.7.4 Metode Largest-candidate rule
Menurut Groover, Mikell. P (1987), metode largest-candidate rule adalah metode yang termudah untuk dipahami. Elemen kerja diurutkan berdasarkan lamanya waktu operasi.
Langkah-langkah penyelesaian dengan metode largest-candidate rule adalah sebagai berikut :
1. Susun elemen-elemen kerja mulai dari elemen yang memiliki waktu operasi terpanjang.
2. Pilih elemen yang feasible (dengan memperhatikan elemen sebelumnya, apakah sudah diberi beban terlebih dahulu) mulai dari urutan teratas.
3. Lanjutkan proses hingga terbentuk stasiun-stasiun kerja tanpa melebihi waktu siklus yang ada.
4. Ulangi langkah di atas hingga semua elemen telah diberi tugas.

2.7.5 Metode Killbridge and Waster
Teknik ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1961 dan diterapkan pada persoalan keseimbangan lintasan yang rumit dan dapat memberikan solusi yang baik. Metode ini merupakan metode heuristik yang menyeleksi elemen kerja berdasarkan posisinya pada diagram pendahuluan (precedence diagram), elemen yang berada di depan diagram akan diproses terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan metode largest-candidate rule, dimana elemen yang berada di bagian akhir diagram yang akan diproses terlebih dahulu (Groover, Mikell. P, 1987).
Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode killbridge dan waster adalah sebagai berikut :
1. Buat diagram pendahuluan (precedence diagram) yang disusun dalam kolom vertikal.
2. Susun elemen-elemen tersebut berdasarkan kolom yang dimulai dari kolom pertama untuk elemen yang paling kiri pada diagram pendahuluan (precedence diagram).
3. Bebankan pekerjaaan dimulai dari elemen pada kolom pertama hingga waktunya sama dengan atau lebih rendah dari waktu siklus yang ditetapkan sebelumnya.
4. Ulangi langkah di atas hingga semua elemen teralokasi dalam stasiun-stasiun yang ada.

2.8 Metode Keseimbangan Lintasan Terkomputerisasi
Umumnya beberapa metode yang telah dibahas sebelumnya diselesaikan secara manual, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa penyelesaian secara komputerisasi juga dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah keseimbangan lintasan yang lebih kompleks. Untuk itulah dikembangkan program komputer yang merupakan pengembangan dari pendekatan heuristik. Program tersebut dibuat untuk mencari lebih banyak alternatif pengalokasian elemen kerja ke dalam stasiun kerja (Groover, Mikell. P, 1987). Beberapa metode tersebut akan dibahas pada subbab berikut,

2.8.1 COMSOAL
COMSOAL adalah singkatan dari Computer Method of Sequencing Operation for Assembly Lines (metode komputer operasi peruntunan untuk lini perakitan). Metode ini dikembangkan oleh perusahaan Chrysler. Meskipun bukan metode komputer pertama yang dikembangkan namun metode ini cukup dipertimbangkan untuk mengatasi persoalan keseimbangan lintasan daripada metode sebelumnya.

2.8.2 CALB
CALB adalah singkatan dari Computer Assembly Line Balancing (lini perakitan komputer yang menjaga keseimbangan) atau Computer Aided Line Balancing (komputer membantu garis jaga keseimbangan) pertama kali dikembangkan pada tahun 1968, yang kurang lebih sudah menjadi standar industri. CALB dapat digunakan pada lintasan tunggal maupun campuran. Solusi yang didapat dengan menggunakan metode ini digambarkan sudah mendekati optimum.

2.8.3 ALPACA
ALPACA adalah aktifitas perencanaan dan pengendalian lini perakitan (Assembly Line Planning and Control), merupakan metode yang pertama kali dikembangkan oleh General Motors pada tahun 1967. ALPACA digambarkan sebagai sistem interaksi yang memungkinkan pemakai dapat mentransfer pekerjaan dari satu stasiun ke stasiun lainnya sepanjang lintasan. ALPACA didesain untuk dapat menanggulangi masalah seperti yang dihadapi oleh industri otomotif yaitu perkembangan model mobil dan pilihan-pilihannya. Pengguna sistem ini dapat dengan cepat menentukan elemen kerja mana yang akan dirubah untuk menyesuaikan aliran produksi yang berubah.

2.9 Cara Lain Untuk Meningkatkan Keseimbangan Lintasan
Metode keseimbangan lintasan yang telah dibahas sebelumnya memiliki prosedur yang jelas dan tepat dalam hal pengalokasian elemen kerja ke dalam stasiun kerja berdasarkan waktu siklus, selain itu teknik tersebut dapat menghasilkan alokasi dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Bagaimanapun para perancang seharusnya tidak mengabaikan cara lain yang mungkin dapat meningkatkan keseimbangan lintasan.
Menurut Groover, Mikell. P (1987), terdapat cara-cara lain yang mungkin dapat digunakan untuk meningkatkan keseimbangan lintasan. Cara-cara tersebut adalah :
1. Pembagian elemen-elemen kerja.
2. Meningkatkan kecepatan rata-rata pada lintasan otomatis.
3. Melakukan analisa terhadap faktor manusia (human factor).
4. Mempersiapkan komponen sebelum proses perakitan.
5. Menyediakan persediaan penyangga antar stasiun.
6. Stasiun kerja yang ada didesain berbentuk paralel.

2.10 Pengaruh Waktu Terhadap Penyusunan Stasiun Kerja
Faktor yang sangat berpengaruh dalam penyusunan stasiun kerja adalah waktu siklus. Waktu siklus ditentukan berdasarkan tingkat kapasitas produksi, permintaan, serta waktu operasi terpanjang. Jadi jelas sekali bahwa perubahan waktu siklus akan mempengaruhi susunan operasi yang dibebankan pada stasiun kerja (Hakim N, Arman, 1999).
Jika tidak dibatasi waktu terpanjang, maka waktu siklus akan menentukan jumlah stasiun kerja. Semakin rendah waktu siklus, maka kecepatan lintasan perakitan akan semakin tinggi sehingga jumlah produk per satuan waktu semakin besar dan jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan akan semakin banyak. Sebaliknya, semakin besar waktu siklus berarti kecepatan lintasan perakitan akan semakin rendah dan jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan semakin sedikit (Hakim N, Arman, 1999).



BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


3.1 Sejarah Singkat PT. GURU INDONESIA
Pemerintahan orde baru yang program kerjanya menitik beratkan pada kesejahteraan rakyat, telah mengambil keputusan positif dengan diperbolehkannya modal-modal asing untuk masuk ke Indonesia. Hal ini mempunyai dampak yang sangat baik diberbagai bidang diantaranya adalah alih teknologi dan penyerapan tenaga kerja.
Dari kebijaksanaan pemerintah maka bermunculan perusahaan Joint Venture. PT. GURU INDONESIA adalah sebuah perusahaan Joint Venture antara Indonesia dengan Norwegia, dimana pemilik saham adalah Gunnar Ruud (Norwegia) dan H.H Diah (Indonesia). Nama “Guru” diambil dari nama orang kebangsaan Norwegia, hal ini dikarenakan pemegang saham terbanyak adalah orang asing.
Berdasarkan Akte Notaris No. 159 yang dikeluarkan pada tanggal 21 Januari 1970 oleh Bapak Henk Limanow (Lim Toeng Kie). PT. GURU INDONESIA yang terletak di Jl. Raya Bogor Km. 26, Ciracas, Jakarta Timur. Dengan luas areal yang digunakan 59.200 m2 dan luas bangunan 22.000 m2. Sedangkan Peresmiannya dilakukan pada tanggal 6 September 1971 oleh Bapak M. Yusuf yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian.
Untuk mencapai produk dengan kualitas yang baik PT. GURU IINDONESIA menerapkan sistem yang diadopsi dari sistem Jepang yaitu 6S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke, dan Shuukan) yang artinya :
1. Seiri = Pisahkan
2. Seiketsu = Jaga-Pelihara
3. Seiton = Susun-Rapikan
4. Shitsuke = Biasakan-Disiplin
5. Seiso = Bersihkan
6. Shuukan = Budayakan

Sedangkan untuk menjaga kualitas pribadi masing-masing karyawan diterapkan nilai-nilai Guru (Guru’s value). Isi dari Guru’s value adalah :
1. Honesty (Kejujuran).
2. Discipline (Disiplin).
3. Quick-Accurate-Responsible (Cepat-Tepat-Bertanggung jawab).
4. Proactive-Anticipate, Preventive, Double Checking (Proaktif-Antisipasi, Mencegah, Periksa Ulang).
5. Continous Education atau Learning (Selalu belajar).
6. Continous Improvement (Selalu memperbaiki).

Dalam perkembangannya PT. GURU INDONESIA melakukan langkah-langkah agar kualitas dan mutu produk yang dihasilkan semakin baik sehingga dapat memenuhi permintaan pasar, langkah-langkah tersebut antara lain :
1. Menambah mesin Waxing (mesin lilin) untuk memenuhi kebutuhan kotak (box) yang kedap air.
2. Memproduksi Cup (mangkuk ice cream).
3. Membuka kantor cabang atau perwakilan di Surabaya, Semarang, dan Bandung.
4. Memasang mesin Rhoto Greavur, Flexso Grafik, Case Maker, Rotari Diecutte.

Kemudian pada tahun 1978 terkenal kebijaksanaan pemerintah dengan keputusan 15 November dimana tenaga kerja asing diganti dengan tenaga kerja Indonesia dari mulai Presiden Direktur, bagian pemasaran (Marketing) sampai bagian keuangan (Finance). Selanjutnya dari tahun 1979 sampai sekarang telah bertambah banyak lagi mesin-mesin yang baru dan canggih sebagai pengembangan usaha.


3.2 Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang baik harus memungkinkan adanya koordinasi usaha diantara semua satuan dan jenjang untuk mengambil tindakan yang dapat mencapai tujuan umum yang telah ditentukan. Setiap unit organisasi harus mengerti tanggung jawabnya, bagaimana masing-masing unit organisasi berhubungan dengan unit lainnya dan wewenang apakah yang telah didelegasikan pada masing-masing unit. Perusahaan yang telah terorganisasi dengan baik akan memfokuskan diri pada usaha kelompok dan bukan pada usaha perorangan.
Dewan Direksi terdiri dari penanaman modal PT. GURU INDONESIA memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan pada perusahaan.
Bagian pemasaran (Marketing/sales) bertanggung jawab untuk peningkatan penjualan dan berwenang untuk menyelenggarakan berbagai macam promosi dan penjualan.
Manajer keuangan bertanggung jawab dan mengorganisir departemennya dalam hal pembiayaan kegiatan perusahaan dan administrasi kepegawaian.
Manajer personalia bertanggung jawab untuk mengkoordinir departemennya untuk menangani masalah kepegawaian, berwenang untuk menyelenggarakan pelatihan, perekrutan, dan lain-lain bila diperlukan.
Kepala wilayah bertanggung jawab untuk menangani masalah pemasaran pada wilayah kerjanya dan melaporkannya pada manajer pemasaran.
Kepala produksi untuk mengorganisir dan memimpin pekerjaan produksi, menjaga mutu produksi dan kinerja pabrik. Dalam melaksanakan tugasnya dia dibantu oleh kepala seksi teknik, supervisor mesin dll. Struktur Organisasi dapat dilihat pada lampiran 1.

3.3 Hasil Produksi dan Tenaga Kerja
PT. GURU INDONESIA ini hanya memproduksi kotak karton dengan berbagai macam jenis seperti : flute A, flute B, flute C, Double wall (flute BC dan flute BA). Proses pembuatan kotak karton dilaksanakan di Jl. Raya Bogor Km 26 yang terletak di Jakarta Timur ini menghasilkan ± 20.000 sheet perhari dalam satu jenis kotak karton. Sampai saat ini PT. GURU INDONESIA memiliki tenaga kerja 250 orang tenaga kerja yang terbagi dalam 3 shift kerja dengan istirahat selama ½ jam, yaitu
a.Shift I, memiliki waktu kerja dari pukul 06.30 s/d 15.00 WIB.
b. Shift II, memiliki waktu kerja dari pukul 14.30 s/d 23.00 WIB.
c. Shift III, memiliki waktu kerja dari pukul 22.30 s/d 07.00 WIB.

3.4 Fasilitas Tenaga Kerja
Pada setiap perusahaan terdapat fasilitas atau keperluan bagi para karyawan perusahaan antara lain :
1. Fasilitas kesehatan dan kesehatan kerja.
2. Tunjangan asuransi tenaga kerja.
3. Mushola atau masjid.
4. Koperasi.
5. Gudang dan ruang ganti pakaian.
6. Tempat parkir dan lapangan olahraga.
7. Laboratorium dan kamar mandi.

3.5 Tata Tertib dan Keselamatan Kerja.
Pada setiap perusahaan tata tertib dan keselamatan kerja sangatlah diutamakan, maka itu setiap karyawan haruslah mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang berlaku pada perusahaan tersebut antara lain :
1. Mematuhi peraturan yang berlaku pada perusahaan tersebut.
2. Berada di perusahaan 15 menit sebelum bel berbunyi atau tanda dimulainya pekerjaan.
3. Tepat pukul 07.00 WIB pekerjaan dimulai.
4. Tidak boleh merokok didalam lingkungan kerja, serta berlaku sopan dan jujur, bertanggung jawab, berinisiatif dan kreatif terhadap tugas-tugas yang diberikan.
5. Dilarang membuat kebutuhan barang-barang untuk kebutuhan sendiri.
6. Menjaga lingkungan tempat kerja agar selalu bersih.
7. Harus mematuhi jam kerja.
Sedangkan yang perlu diperhatikan tentang keselamatan kerja :
1. Letak atau kedudukan mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga ruang gerak si pekerja cukup leluasa dan aman.
2. Cahaya dan pertukaran udara dalam bengkel haruslah cukup menjamin ketenangan dalam bekerja.
3. Aliran tenaga-tenaga listrik ditanam didalam tanah dan kontak penghubung (saklar) harus terjamin keamanannya.
4. Saluran bagian-bagian mesin harus diperiksa terlebih dahulu sebelum dan sesudah digunakan termasuk kebersihan lantai dan sekitarnya.

Sedangkan untuk keselamatan pribadi pada saat menjalankan mesin antara lain :
1. Menjaga anggota badan, rambut haruslah pendek dan rapi, tidak diperkenankan bercanda sewaktu menjalankan mesin dan tidak boleh memakai gelang, cincin, jam, dan perhiasan lainnya yang mungkin akan membahayakan keselamatan pribadi.
2. Untuk pakaian haruslah menggunakan pakaian kerja yang berlengan pendek, celana panjang tidak terlalu longgar dan tidak terlalu sempit serta tidak menyentuh lantai, sepatu tidak bertumit tinggi dan tidak berpaku jamur, bila mungkin pakailah kacamata kerja dan sarung tangan serta penutup hidung dengan kain.
3. Untuk keselamatan dan pemeliharaan mesin sambungan kabel-kabel dari kontak induk (sekring) ke motor harus terjamin untuk menghindari hubungan singkat ( konsleting)

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan pembahasan masalah keseimbangan lintasan dengan menggunakan metode pendekatan wilayah adalah sebagai berikut :
1. Proses produksi kotak (box) karton tipe PB/GL dimulai dengan proses reel stand, corrugated, double becker, slitter, printing, punching, gluing, dan pengikatan. Waktu yang diperlukan untuk proses produksi adalah 1,16 menit/unit dimana tingkat produksi harian kotak (box) karton tipe PB/GL adalah sebesar 4800 unit dengan waktu produktifnya per harinya adalah 8 jam. Waktu terbesar yang dibutuhkan untuk proses produksi kotak (box) karton tipe PB/GL adalah 0,22 menit yang sekaligus ditetapkan sebagai waktu siklus (cycle time).
2. Efisiensi tiap stasiun kerja dapat berbeda-beda tergantung besarnya waktu operasi tiap stasiun kerja.
a. Efisiensi stasiun 1 adalah 90,9 %.
b. Efisiensi stasiun 2 adalah 81,8 %.
c. Efisiensi stasiun 3 adalah 100 %.
d. Efisiensi stasiun 4 adalah 77,3 %.
e. Efisiensi stasiun 5 adalah 63,6 %.
f. Efisiensi stasiun 6 adalah 100 %.
Efisiensi rata-rata lintasan secara keseluruhan adalah 85,6 % sedangkan persentase waktu yang tersisa setelah seluruh pekerjaan terselesaikan (idle time) adalah 14,4 %.
3. Pada saat proses produksi kotak karton tipe PB/GL terjadi bottle neck di mesin cetak (printing). Penyebabnya adalah belum tercampurnya tinta pada tangki tinta dan pemasangan rubber dies yang kurang rapat sehingga menghasilkan hasil cetakan yang kurang bagus.

4.2 Saran
Sebagai industri pengemasan yang berskala menengah, PT. GURU INDONESIA hendaknya memperhatikan kesehatan karyawannya terutama karyawan yang bekerja dipabrik seperti pada bagian glue mixing, corrugated dan baler.
Bagian glue mixing, pada saat melakukan percampuran bahan-bahan seperti borax, formaline, caustic soda dan tapioka memerlukan penutup hidung (masker). Hal tersebut diperlukan karena bahan-bahan pembuatan glue itu cukup berbahaya bagi kesehatan. Selain itu diperlukan pengecekan setahun sekali terhadap kesehatan mereka terutama kesehatan paru-paru.
Mesin corrugated bekerja dengan mengeluarkan suara yang cukup keras, dan bila kejadian ini berlangsung terus-menerus dapat merusak pendengaran dari karyawan tersebut. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan menggunakan tutup telinga (earphone) atau menggunakan peredam suara.
Pada bagian baler, dimana sheet yang terhitung rejected dihancurkan menggunakan mesin tersebut juga diperlukan penutup hidung (masker). Hal ini diperlukan agar serbuk-serbuk kertas tidak masuk ke hidung, sehingga tidak merusak kesehatan pernapasan para karyawan yang bekerja pada bagian tersebut. Selain itu hendaknya seluruh karyawan bagian produksi diberikan sarung tangan dan perlengkapan kerja yang telah disebutkan diatas seperti masker dan earphone.
Tata letak pabrik yang kurang baik dapat menyebabkan produk cacat, karena pada saat produk akan dikirim oleh bagian dispatch, bagian dispatch sibuk mencari-cari produk yang akan dikirim dan untuk mengambilnya harus memindahkan produk yang lain. Cara mengatasinya dengan mengatur tata letak pabrik dan pembenahan di bagian dispatch, seehingga dapat mengefisienkan waktu dan tenaga.

Karangan Ilmiah 4.5 5 Edi Susilo Kamis, 31 Maret 2011 MEMPELAJARI KESEIMBANGAN LINTASAN KOTAK KARTON TIPE P B/GL PADA PT. GURU INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan lintas...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

J-Theme